Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha | Dwi Atika Nurjanah
Selasa, 12 Januari 2021 | 14:06 WIB
Tangkapan layar video Refly Harun. (YouTube/Refly Harun)

BeritaHits.id - Pengamat politik dan hukum Refly Harun menilai, bahwa harusnya tidak ada kejadian lapor melapor antara kubu yang pro dan kontra dengan aksi blusukan Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma ke pihak polisi.

Hal itu diungkapkan Refly melalui video yang diunggah ke kanal YouTube miliknya berjudul "RISMA DIPOLISIKAN!!" pada Senin (11/1/2021), untuk menanggapi Risma yang dilaporkan ke polisi karena diduga merekayasa aksi blusukannya bertemu gelandangan.

"Terlepas dari apakah itu setting-an atau bukan, saya hanya mengatakan termasuk orang yang tidak pernah setuju lapor melapor dari kubu manapun. Kalau ini kan gampang ditebak, yang melaporkan pasti bukan yang sering melaporkan para pengkritik Jokowi. Intinya para pelapor ini pasti bukan yang melapor Fadli Zon, yang melaporkan pastilah pokoknya orang-orang yang dianggap pro pemerintah," terang Refly.

Refly menyebut bahwa sikap tersebut membuat demokrasi menjadi tidak sehat, karena alangkah baiknya perbedaan pendapat dapat disikapi dengan pendapat pula.

Baca Juga: Risma Klaim Perintahkan Anak Buah Jalani Temuan KPK soal Bansos Corona

"Dan ini tidak sehat, karena itu lah berkali-kali saya katakan alangkah baiknya kita biasa menerima perbedaan pendapat," tuturnya.

Ahli hukum tata negara ini juga menyebut bila aksi Risma dianggap sebagai pencintraan harusnya pihak yang tidak menyukai Risma untuk lebih baik mengkritik, bukan langsung mengadukan ke pihak berwajib.

"Kalau itu dianggap pencitraan, kritik saja. Kita katakan bahwa datanya tidak valid dan tidak pernah kita temukan gelandangan di daerah Sudirman-Thamrin. Biarkalanh masyarakat yang menilainya, siapa yang sesungguhnya lebih benar, lebih bisa diterima, dianggap integritasnya," ujar Refly.

Refly turut memberikan contoh kasus tewasnya 6 Laskar FPI menjadikan masyarakat berkubu, antara pro dan kontra.

"Pro untuk mengatakan bahwa ini bukan kesalahan yang berwajib, kontra ini kesalahan pihak yang berwajib. Atau lebih tepatnya begini bukan soal Komnas HAM, tapi lebih pada peristiwa tewasnya Laskar FPI, pasti masyarakat terbelah antara yg mendukung polisi atau FPI. Itu wajar saja dalam sebuah dinamika, yang paling penting tidak menggunakan kekuasaan apapapun untuk membungkam baik mereka yang pro atau kontra dalam masalah ini. Jadi biarlah dikawal masyarakat secara bersama dan masing-masing pihak menunjukkan integritasnya, siapa yang genuine (asli: RED), siapa yang berbohong," jelas Refly.

Baca Juga: Mensos Risma Kordinasi dengan KPK Terkait Dana Bansos

Refly menjelaskan bahwa peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menilai apakah hal yang dilakukan Risma adalah setting-an atau tidak.

Hal itu menurut Refly, nantinya akan berdampak pada karir Risma kedepannya dan rasa percaya masyrakat terhadap dirinya.

"Kalau Mensos memang melakukan ini sebagai sebuah setting-an, ya lama-lama dia akan tergerus sendiri legitimasinya. Justru karir politiknya yang tadinya mocor, akan stop sendiri. Tapi kalu dia melakukannnya genuine dengan sebuah kesadaran yang baik maka bisa saja reputasinya terus meningkat," imbuhnya.

Karena itu, Refly mengingatkan masyarakat agar waktu yang akan membuktikan Risma berbohong atau tidak, bukan langsung melaporkan ke polisi, pasalnya itu akan membuat demokrasi semakin tidak sehat.

"Jadi biarlah waktu yang akan menjawabnya, bukan polisi yang akan menjawabnya. Apalagi sampai ditangkap, sampai didatangi rumahnya tengah malam dengan puluhan petugas. Itu makin tidak sehat bagi demokrasi," tuturnya.

Bagi Refly harusnya yang ditangkap adalah orang-orang jahat yang mengambil dan mengkorupsikan uang rakyat. Bukan orang-orang yang memberikan kritik dan pendapatnya.

"Tangkaplah orang-orang jahat, koruptor yang harus ditangkap, terlibat dana banson, dana benur, harus ditangkap. Jangan sampai menangkap orang-orang yang hanya berbeda pendapat atau seperti yang kita sering katakan korban-korban dari UU ITE dan juga UU pidana," ujarnya.

Di akhir video Refly mengingatkan agar tidak ada peristiwa lapor-melapor lagi, dia menyarankan masyarakat untuk saling lempar pendapat bila tidak menyukai suatu hal.

"Jadi sekali lagi mudah-mudahan kita biasa dalam berdemokrasi. Balaslah pendapat dengan pendapat, kalau melihat sebuah fenomena yang tidak disukai kita buat opini, kita kritik agar orang tahu kita tidak setuju dengan aksi blusukan bu Risma. Dan yang penting tidak melaporkan bu Risma sebaliknya pendukung Risma juga tidak melaporkan. Biarkanlah ruang demokrasi bisa berjalan dengan baik, salah benar itu relatif yang penting integritas itu yang akan terlihat nanti siapa yang lebih dipercaya dan siapa yang lebih didukung," terang Refly.

Risma Dilaporkan Gegara Dituduh Blusukan Bohongan, Tapi Ditolak Polisi
Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma dilaporkan Polda Metro Jaya. Risma dilaporkan atas dugaan telah menyebarkan berita bohong terkait aksi blusukannya terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau gelandangan di Jakarta.

Laporan tersebut dilayangkan oleh Wakil Ketua Umum Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah, Tjetjep Muhammad Yasen atau Gus Yasin. Namun laporan yang dilayangkannya itu ditolak.

"SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Metro Jaya) menolak menerima laporan langsung yang tentu menolak membuatkan Surat Tanda Bukti Laporan," kata Yasin di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (11/1/2021).

"Terpaksa kami menyampaikan laporan dalam bentuk surat yang sudah saya siapkan untuk menjaga kalau laporan langsung ke SPKT ditolak," imbuhnya.

Yasin sedianya hendak melaporkan Risma lantaran aksi blusukan terhadap salah satu gelandangan atau pengemis di sekitar Sudirman dan Thamrin, Jakarta Pusat penuh kebohongan. Terlebih Yasin mengklaim tidak pernah melihat gelandangan atau pengemis di sekitar lokasi tersebut.

"Pertemuan Bu Risma dengan salah satu gelandangan atau pengemis yang bernama Nursaman di Sudirman dan Thamrin itu saya lihat banyak kebohongan," katanya.

Aksi blusukan Risma terhadap pengemis dan gelandangan belakang menimbulkan pro dan kontra. Nama mantan Wali Kota Surabaya itu bahkan ramai diperbincangkan di lini masa media sosial.

Beberapa pihak ada yang menilai aksi blusukan Risma hanyalah pencitraan hingga setting-an. Berbagai tagar #RismaRatuDrama pun sempat viral di Twitter.

Kendati begitu, ada pula pihak yang mendukung aksi blusukan Risma. Mereka menilai setiap pemimpin memiliki cara yang berbeda dalam memimpin.

Load More