Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha | Hernawan
Selasa, 26 Januari 2021 | 14:53 WIB
Ade Armando soal pemaksaan berjilbab (YouTube/CokroTV).

BeritaHits.id - Pengamat politik sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando ikut mengomentari hebohnya siswi non-muslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, yang diduga dipaksa berjilbab.

Ade Armando mengatakan, pemaksaan itu merupakan bentuk dari penindasan hak beragama dan berkeyakinan, apabila diterapkan di sekolah yang bukan dikhususkan bagi umat Islam seperti madrasah maupun pesantren.

Pernyataan itu diutarakan Ade Armando dalam sebuah video yang diunggah lewat saluran YouTube CokroTV.

Dalam pandangan Ade Armando, kasus pemaksaan menggunakan jilbab sebagaimana heboh belakangan ini merupakan masalah yang cukup serius. Pasalnya, hal itu membuktikan bahwa masih ada penindasan di Indonesia.

Baca Juga: Viral Bocah Menangis saat Belajar Berhitung, Aksi Guru Disemprot Warganet

"Kalau kewajiban berjilbab ini dilakukan di sekolah Islam seperti madrasah dan pesantren, tentu bisa diterima. Tapi kalau kewajiban ini dilakukan di sekolah negeri yang dibiayai rakyat, ini jelas persoalan serius," ujar Ade Armando seperti dikutip Hops.id -- Jaringan Suara.com pada Selasa (26/1/2021).

"Kejadian di SMKN 2 Padang itu menjadi penting karena menunjukkan adanya penindasan hak beragama dan berkeyakinan di Indonesia," sambungnya.

Ade Armando soal pemaksaan berjilbab (YouTube/CokroTV).

Menyoal kewajiban berhijab, Ade Armando menerangkan bahwa tidak ada tafsiran tunggal alias multi tafsir. Kata dia, ada banyak anggapan soal ketentuan menutupi aurat.

Hal tersebut yang menjadi alasan kaum muslimat di Indonesia tidak berjilbab selama berabad-abad tahun lamanya.

Ade Armando secara tegas membantah anggapan yang menyebut berjilbab merupakan kearifan lokal masyarakat Sumatera Barat. Dia menyinggung sosok Buya Hamka dan Muhammad Natsir yang menurutnya tidak pernah mewajibkan penggunaan jilbab.

Baca Juga: Soal Islam Agama Arogan, Mustofa Nahra Minta Abu Janda Tobat Sebelum Wafat

"Kalau ada yang berargumen bahwa berjilbab adalah kearifan lokal Sumatera Barat yang sudah berakar selama berabad-abad, dia jelas bohong. Coba saja lihat foto-foto keluarga tokoh muslim dari Sumatera seperti Buya Hamka dan Muhammad Natsir. Perempuan-perempuan di keluarga ulama besar itu tidak berjilbab," tutur Ade Armando.

Lebih lanjut, Ade Armando menjelaskan bahwa perempuan muslim di Indonesia baru mulai berjilban sejak era 1990-an. Dia mengaitkannya dengan paham wahabi dan gagasan negara Islam khilafah.

"Di Indonesia, perempuan muslim baru berjilbab pada tahun 1990-an. Bahkan di Sumatera yang dianggap lebih puritan dibandingkan dengan Jawa misalnya, berjilbab adalah fenomena yang baru berkembang belakangan," tukas Ade Armando.

"Kaum muslimah di Indonesia baru berjilbab sejak masuknya paham Wahabi, konservatisme Islam, ada gagasan negara Islam, ada khilafah, dan seterusnya," lanjut dia.

Kendati begitu, Ade Armando menegaskan bahwa pernyataannya bukan bermaksud menyudutkan kaum muslimat berjilbab. Sebab, kata dia keyakinan soal itu merupakan preferensi masing-masing dan tidak bisa dipaksakan kepada setiap orang.

Menurut Ade Armando, berjilbab ataupun tidak, itu tiada hubungannya dengan kualitas dan integritas seseorang.

"Saya tidak ingin mengatakan berjilbab itu salah atau terbelakang. Tapi berjilbab adalah soal keyakinan dan bahkan soal preferensi. Berjilbab tidak punya korelasi dengan kualitas dan integritas," tegasnya.

"Berjilbab adalah gaya berpakaian yang tidak ada standar absolutnya. Bahkan, ualam besar lulusan Al Azhar, Mesir seperti Profersor Doktor Quraish Shihab tidak menganggap berjilbab wajib bagi muslimat. Lihat saja putrinya, Najwa Shihab," tandas Ade Armando.

Load More