Scroll untuk membaca artikel
Rifan Aditya | Dwi Atika Nurjanah
Senin, 01 Februari 2021 | 11:25 WIB
Politisi Ferdinand Hutahaean di Puri Cikeas, Bogor. (Suara.com/Rambiga)

BeritaHits.id - Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan semenjak 11 Januari - 25 Januari di Jawa dan Bali diakui pemerintah tidak efektif. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui ketidaktegasan implementasi menjadi salah satu faktor PPKM tak efektif.

Hal itu kemudian ditanggapi oleh politisi Ferdinand Hutahaean melalui akun Twitter pribadinya.

Mantan kader Partai Demokrat ini mengatakan, PPKM tidak efektif karena pemerintah daerahnya (Pemda) yang malas bekerja.

Tak hanya itu Ferdinand Hutahaean turut menilai Pemda tidak tegas dan serius menjalankan PPKM. Apalagi menurut Ferdinand, pemda terkait tidak memiliki konsep dalam mendisiplinkan masyarakatnya.

Baca Juga: Setelah 2 Hari Baru Unggah Video Ratas Jokowi soal PPKM, Ini Alasan Istana

"PPKM Tak Efektif, Jokowi Berikan Instruksi ke Luhut. PPKM ini tidak efektif terutama karena Pemerintah Daerahnya MALAS KERJA, TIDAK TEGAS, TIDAK MEMILIKI KONSEP METODOLOGI MENDISIPLINKAN WARGA DAN TIDAK SERIUS MENANGANI WILAYAHNYA," tulis @FerdinandHaean3 seperti dikutip Suara.com, Senin (01/02/2021).

PPKM Tak Efektif, Ferdinand: Pemda Malas Kerja, Tidak Tegas dan Serius (twitter.com/FerdinandHaean3)

PPKM Tak Efektif, Pemerintah Disarankan Tinjau Ulang Libur Panjang

Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat yang diterapkan semenjak 11 Januari - 25 Januari di Jawa dan Bali diakui pemerintah tidak efektif mengurangi mobilitas masyarakat sehingga angka penyebaran Covid-19 masih tetap bertambah.  

Menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, pemerintah perlu memformulasikan ulang kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

"Oleh karena itu, saya mengimbau kepada pemerintah bahwa harus mendeteksi dini hal-hal yang bisa membuat lonjakan Covid-19 tinggi," kata Dasco kepada wartawan, Senin (1/2/2021).

Baca Juga: Evaluasi Penerapan PPKM, Jokowi: Ekonomi Turun, Covid-19 Tidak

Misalnya, pemerintah meninjau ulang libur panjang yang telah ditetapkan. Sebab, musim libu biasanya mobilitas masyarakat meningkat dan menjadi salah satu pemicu peningkatan kasus Covid-19.

"Seperti kita tahu, bahwa akan ada libur panjang pada saat Imlek dan juga Hari Raya Idul Fitri. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada pemerintah untuk mewaspadai atau merencanakan ulang mengenai usulan atau rencana libur panjang yang direncanakan oleh pemerintah," kata Dasco.

Pada Jumat (29/1/2021), lalu,  Presiden Joko Widodo menyatakan PPKM di lapangan tidak efektif untuk menekan mobilitas masyarakat. Menurut dia, penerapannya tak tegas dan tidak konsisten.

"Sebetulnya esensi-esensi dari PPKM ini kan membatasi mobilitas, namanya saja kan pembatasan kegiatan masyarakat ya, tapi yang saya lihat diimplementasinya ini kita tidak tegas dan konsisten," kata Jokowi.

Itulah sebabnyak, Kepala Negara menginstruksikan jajarannya membuat kebijakan yang lebih praktis lagi.

"Sehingga saya minta betul-betul turun ke lapangan, ada di lapangan, tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana apa sih yang namanya 3M," kata dia.

Epidemiologi mengimbau masyarakat terus meningkatkan sense of crisis atau kewaspadaan akan penyebaran kasus Covid-19 masih tinggi.

Epidemiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan  Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad dalam keterangan pers mengatakan kewaspadaan tinggi seharusnya bisa meminimalisir penyebaran virus, namun seiring berjalannya waktu kewaspadaan cenderung menurun.

"Dengan semakin bertambahnya waktu, sense of crisis akan semakin merendah, itu tidak selalu diingatkan, tentu juga akan hilang. Orang harus diingatkan ada konsekuensi dari setiap tindakannya," katanya.

Per Minggu, 31 Januari, total kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah sebanyak 1.078.314. Menurut Riris, ketika transmisi virus tinggi, tidak bisa hanya bertumpu pada protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Riris mengibaratkan dengan hujan, ketika sudah sangat deras, maka orang yang menggunakan payung pun akan basah. Maka, katanya, jangan keluar agar tidak basah.

Menurut dia, protokol kesehatan 3M menjadi tidak memadai ketika kasus positif Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Masyarakat wajib mengurangi mobilitas agar terhindar dari virus.

"Karena yang membuat virus menular kan mobilitas manusia. Semakin tinggi mobilitas, virus akan semakin bisa menular," katanya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan  Ardiansyah Bahar mendorong masyarakat agar mendukung semua kebijakan dari pemerintah dalam upaya mencegah penularan Covid-19.

"Sense of crisis tentu menjadi hal utama yang harus dimiliki oleh masyarakat mengingat kondisi pandemi yang belum berakhir, bahkan bisa dikatakan memburuk dengan semakin bertambahnya beban fasilitas pelayanan kesehatan dalam menangani pasien Covid-19," kata Ardiansyah.

Dia berpendapat, PPKM adalah upaya untuk mengurangi mobilisasi masyarakat.

"Apapun namanya, prinsip ini harus dilakukan agar mengurangi penularan di masyarakat," kata dia.

Bila kebijakan pembatasan mobilitas ini dijalankan dengan baik, ditambah program vaksinasi yang sukses, akan berdampak pada penurunan kasus, bahkan menghentikan.

"Tentunya harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan," kata Ardiansyah.

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyarankan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sedang atau berat untuk mengendalikan kasus Covid-19.

Di berbagai daerah kata dia perlu ada check point, sehingga masyarakat yang keluar-masuk melalui pemeriksaan. Dia juga mengusulkan agar denda bagi pelanggar protokol kesehatan diperberat.

"Denda jangan tanggung-tanggung, Rp250 ribu tuh tanggung. Rp5 juta, Rp10 juta, seperti di Inggris semua masyarakatnya takut," ujarnya.

Load More