Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Chyntia Sami Bhayangkara
Minggu, 28 Februari 2021 | 13:29 WIB
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai (suara.com/Bowo Raharjo)

BeritaHits.id - Eks anggota Komnas HAM, Natalius Pigai angkat bicara mengenai kebijakan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka pintu izin investasi miras.

Melalui akun Twitter miliknya @nataliuspigai2, Natalius mengecam aksi Jokowi membuka investasi minuman keras tersebut.

Natalius menyebut ada pejabat di sekitar Jokowi yang mengaku sebagai orang asli papua.

Pejabat tersebut yang disebut-sebut menjadi sosok yang mengusulkan Peraturan Presiden di wilayah-wilayah mayoritas beragama Kristen.

Baca Juga: Munarman: HRS Harus Bebas Jika Polisi Tak Bisa Tangkap Pelanggar Prokes NTT

"Ada pejabat negara yang ngaku 'orang asli papua' kata presiden, dia diduga usul Perpres miras di wilayah-wilayah Kristen. Apa motifnya?" kata Natalius sepeti dikutip Suara.com, Minggu (28/2/2021).

Natalius mengaku, sejak awal ia ragu dengan kapasitas dan kemampuan pejabat tersebut dalam bekerja untuk negeri.

"Saya sudah protes karena ragu dengan kapasitasnya sejak awal. Apa Anda tidak mampu kerja dan hadirkan investasi yang lebih bermartabat?" tegas Natalius.

Meski demikian, Natalius Pigai tak mengungkap siapa sosok pejabat negara yang mengklaim dirinya orang Papua asli.

Natalius mengaku iba dengan Jokowi. Ia menilai kali ini Jokowi kembali tertipu oleh anak buahnya.

Baca Juga: Kaesang Anak Presiden Ketemu Bos Bali United, Warganet: Mau Dibeli?

"Kasihan Jokowi tertipu dua kali," tukasnya.

Komentar Natalius Pigai soal buka investasi miras (Twitter/nataliuspigai2)

Investasi Industri Miras

Presiden Jokowi telah menetapkan industri minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.

Nantinya, penanaman modal tersebut juga akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Load More