Scroll untuk membaca artikel
Rifan Aditya | Chyntia Sami Bhayangkara
Senin, 12 April 2021 | 08:06 WIB
PT Pelni membatalkan acara pengajian pegawai karena penceramahnya dituding radikal / [Istimewa]

BeritaHits.id - Anggota DPR RI Fadli Zon mengkritisi aksi Komisaris Independen PT Pelni (Persero), Kristia Budhyarto yang mencopot pejabat di perusahaannya gegara rencana menggelar pengajian ramadan.

Melalui akun Twitter @fadlizon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai tindakan komisaris tersebut sebagai bentuk tindakan Islamophobia.

"Tindakan Komisaris Independen PT Pelni (Persero) Dede Kristia Budhyarto mencopot pejabat di perusahaannya hanya gara-gara pamflet kajian keislaman di bulan ramadan bisa digolongkan sebagai bentuk tindakan Islamophobia," kata Fadli seperti dikutip Beritahits.id, Senin (12/4/2021).

Tudingan tersebut bukan tanpa alasan, sebab kajian tersebut diklaim sarat unsur radikalisme. Namun, tidak ada penjelasan siapa yang dituduh radikal.

Baca Juga: Pejabat PT Pelni Dipecat Bikin Pengajian, Rachland: Saya Mulai Curiga

"Siapa sebenarnya yang dituduh radikal? Apakah panitianya? Atau daftar narasumbernya?" ujar Fadli.

Fadli Zon sebut komisaris PT Pelni Dede Budhyarto islamophobia (Twitter/fadlizon)

Dalam pamflet pengumuman kajian yang beredar, salah satu narasumber yang akan mengisi acara adalah Ketua MUI Pusat Cholil Nafis. Fadli Zon mempertanyakan apakah Cholil Nafis juga masuk dalam daftar narasumber radikal.

Namun, jika penilaiannya pada oanitia yang dituding radikal, Fadli mempertanyakan proses rekrutmen di tubuh BUMN tersebut yang bisa meloloskan orang berpaham radikal.

"Islamophobia justru terjadi di perusahaan negara yang seharusnya jauh dari intrik dan sentimen politik. Ini menunjukkan ada masalah serius dalam hal penunjukan pejabat-pejabat BUMN saat ini," ucap Fadli.

Menurutnya, sebagai seorang petinggi perusahaan harus memiliki sikap sebagai pejabat publik yang tak bisa sembarangan berbicara di depan umum.

Baca Juga: Kemenristek 'Dihilangkan', Fadli Zon: Riset Itu Berat Biar Orang Asing Saja

"Itu sebabnya, komisaris BUMN mestinya direkrut dari kalangan profesional, birokrat, atau orang-orang yang kompetensinya jelas, bukan direkrut dari kalangan ‘buzzer’" ungkap Fadli.

Fadli menyayangkan citra PT Pelni yang kini tercemar akibat ulah sang komisaris. PT Pelni menjadi sorotan bukan karena capaian, melainkan karena adanya isu Islamophobia.

Fadli meminta agar Menteri BUMN Erick Thohir memberikan teguran kepada komisaris PT Pelni.

Ia meminta agar seluruh hak karyawan PT Pelni untuk beribadah dan melakukan kegiatan keagamaan tanpa intervensi dijamin oleh BUMN.

"Menteri BUMN seharusnya memberikan pembinaan kepada para petinggi PT Pelni," tukasnya.

Pejabat PT Pelni Dicopot

Pejabat di PT Pelni yang dipecat oleh direksi karena memberikan izin acara pengajian disebut bernama Profesor Noorhadi.

Direksi PT Pelni mencopot Noorhadi karena penceramah yang diundang dalam kajian Ramadan daring banyak yang dicap radikal.

Dari jejak digital yang ditelusuri warganet, pejabat PT Pelni itu disebut pernah membela organisasi Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI, organisasi yang dibubarkan pemerintah pada tahun 2017.

Berdasarkan jejak digital yang beredar, Profesor Noorhaidi mengikuti seleksi pimpinan tinggi di Kementerian Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi.

Profesor Noorhaidi tercatat mengikuti seleksi untuk pengisian jabatan Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Pedesaan.

Menurut data, seleksi kompetensi manajerial dan sosial kultural per 3 Maret 2021, Profesor Noorhaidi dijadwalkan mengikuti seleksi tersebut bersama dengan dua nama lainnya.

Warganet menemukan jejak digital Profesor Noorhaidi pernah membela HTI dalam komentarnya yang ditayangkan di media online.

"Aneh sih kalau seleksi pejabat selevel Dirjen ga lihat rekam jejak digital…Padahal dah jelas banget Prof Noorhaidi ini menyebut pembubaran HTI blunder besar. ASN aja biasa dipecat kalau ketahuan pro organisasi terlarang HTI. Ini kok malah diijinkan ikut seleksi," tulis akun @Paltiwest menilai profil Profesor Noorhaidi.

Load More