Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Nur Afitria Cika Handayani
Selasa, 20 April 2021 | 08:42 WIB
Teddy Gusnaidi. (Suara.com/Iqbal Asaputro)

BeritaHits.id - Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi menyoroti soal sikap kepala daerah terhadap kelompok intoleran yang mengatasnamakan agama.

Menurut Teddy, kepala daerah tidak berani dengan kelompok intoleran lantaran masih membutuhkan suara mereka.

Hal ini ia ungkapkan dalam cuitan terdahulu yang kembali ia munculkan melalui akun Twitter pribadinya.

"Kenapa para kepala daerah dan calon kepala daerah tidak berani menyatakan perang terhadap kelompok intoleransi yang mengatasnamakan agama? Ya karena mereka butuh suara kelompok tersebut untuk pilkada," ujarnya, dikutip Beritahits.

Baca Juga: Pertanyakan Yahya Waloni Tak Ditangkap, Denny Siregar Sanjung Umat Kristen

Lebih lanjut, Teddy menyebut bahwa Pilkada secara langsung dapat membuat radikalisme semakin tumbuh subur di Indonesia.

"Inilah mengapa saya katakan, Pilkada langsung menyuburkan radikalisme di Indonesia," lanjutnya.

Cuitan Teddy Gusnaidi. (Twitter)

Teddy Gusnaidi juga sebelumnya membahas tentang Ustad Yahya Waloni yang dianggap intoleransi.

Dirinya mengungkapkan akan memenjarakan Ustad Yahya Waloni apabila dirinya memiliki kuasa.

Menurutnya, apa yang telah dilontarkan Yahya Waloni terkait firman Tuhan agama lain perlu diproses.

Baca Juga: Kalau Punya Kekuasaan, Teddy Gusnaidi Bakal Kerangkeng Yahya Waloni

"Sekali lagi, kalau gue punya kekuasaan, orang seperti Yahya Waloni sudah pasti gue kerangkeng. Tentu secara hukum. Kenapa? Karena setiap orang boleh meyakini ajaran agamanya paling benar. Tapi keyakinan bukanlah sebuah kebenaran bagi yang lain, sehingga gimmick beginian harus diproses," ungkapnya.

Teddy pun merasa heran terhadap para penceramah barbar yang tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Sebab, menurut Teddy, penceramah barbar perlu dieksekusi.

"Kenapa para penceramah barbar terus dibiarkan penguasa? Padahal ini mudah dan secara hukum sudah layak dieksekusi," tanyanya.

Menurutnya, hal ini lantaran para penguasa lebih memikirkan investasi politik dan suara pendukung penceramah barbar pada saat Pilkada, Pilpres, maupun Pileg.

"Ya karena mereka memikirkan investasi politik ke depan, takut nanti suara pendukung penceramah barbar tidak memilih mereka baik untuk Pilkada, Pileg maupun Pilpres," jelasnya.

Load More