CEK FAKTA: Benarkah Video Ketua PA 212 Lakukan Tindak Percobaan Pembunuhan terhadap Presiden Joko Widodo?

BeritaHits.id - Beredar di media sosial YouTube, unggahan video dengan narasi yang menyebut bahwa Ketua PA 212, Slamet Maarif, melakukan tindak percobaan pembunuhan kepada Presiden Joko Widodo di istana.

Video tersebut diunggah oleh kanal YouTube Rekam Jejak pada Minggu (18/09/22) lalu.

Kanal YouTube ini memberi judul video unggahan seperti berikut ini.

"Ngeri! Detik-Detik Salmet Maarif Melakukan Percobaan Pembunuhan terhadap Presiden di Istana."

Baca Juga: Angelina Sondakh Akui Awalnya Sombong Meski Divonis Bersalah: Allah Tampar Aku Berkali-kali

Dalam thumbnail video tersebut, tampak foto Jokowi sedang ditodong dengan sebilah pedang oleh seorang pria yang diklaim sebagai Slamet Maarif.

Tampak pula anggota kepolisian yang menodongkan pistol ke arah Slamet Maarif.

"Todong Presiden Jokowi, Ketua PA 212 Langsung Dieksekusi di Istana," keterangan yang ada di thumbnail video dikutip BeritaHits pada Kamis (22/09/22).

Lalu benarkah klaim tersebut?

Penjelasan

Baca Juga: FPTI Lapor ke Presiden Jokowi Terkait Kesiapan Kejuaraan Dunia Panjat Tebing 2022

Berdasarkan penelusuran turnbackhoax.id, dalam video berdurasi 8 menit tersebut tidak terdapat pernyataan ataupun cuplikan yang menyatakan bahwa Ketua PA 212, Slamet Maarif, melakukan tindak percobaan pembunuhan terhadap Presiden Joko Widodo di istana.

Video tersebut hanya berisi narasi yang menyebut bahwa Ketua PA 212 meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatan presiden.

Dalam video tersebut juga terdapat narasi mengenai pemberitaan yang menyebut bahwa Jenderal TNI Dudung dimutasi di internal TNI.

Lebih lanjut, soal foto pada thumbnail video tersebut hanyalah hasil suntingan. Foto tersebut merupakan hasil penggabungan dari gambar yang berbeda.

Gambar orang yang memegang pedang dimanipulasi dengan foto wajah Slamet Maarif.

Kemudian, gambar orang yang memegang senapan merupakan gambar seorang polisi yang menodongkan senaja api saat bentrok dengan pengunjuk rasa anti rancangan Undang-Undang Ekstradisi di Hongkong pada tahun 2019 silam.