Scroll untuk membaca artikel
Ruth Meliana | Elvariza Opita
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 18:08 WIB
Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto menyerahkan surat keputusan Rapimnas kepada Gibran Rakabuming sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto di Kantor DPP Partai Golkar Jakarta, Sabtu (21/10/2023). [Suara.com/Rakha Arlyanto]

BeritaHits.id - Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto masih menuai kontroversi. Pasalnya Koalisi Indonesia Maju sebelumnya mengusulkan sejumlah nama lain sebagai cawapres, hingga putusan MK membuat Prabowo secara tegas mendeklarasikan Gibran.

Salah satu yang diusung menjadi cawapres Prabowo adalah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Bahkan kader Partai Golkar secara konsisten mengusung Airlangga untuk menjadi cawapres Prabowo walaupun elektabilitasnya dianggap kurang baik.

Namun secara mengejutkan, Airlangga kemudian mengumumkan Gibran sebagai cawapres yang diusulkan oleh Partai Golkar. Tentu saja hal ini memunculkan pertanyaan soal apakah alasan Airlangga akhirnya merelakan posisi yang diincarnya kepada Gibran.

Hal inilah yang dibahas oleh eks Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Di program ROSI yang tayang di kanal YouTube KOMPASTV, Hamid juga mencurigai alasan Partai Golkar akhirnya “bertekuk lutut” dan menyerahkan tiket cawapres kepada Gibran yang notabene kader luar partainya.

Baca Juga: Survei LSI: 76 Persen Warga Tak Tahu Ketua MK Anwar Usman Adalah Adik Ipar Jokowi

Hamid Awaludin [Facebook]

“Pertama ada sesuatu yang terjadi pada diri Ketua Golkar. Itu dulu asumsi. Kok bisa tiba-tiba U-Turn, hasil Rapimnas bisa diubah, beliau (jadi) tidak maju sebagai calon presiden dan wakil presiden dan mendukung orang lain. Ada apa sesungguhnya? Berarti ada tekanan yang bisa terjadi pada Ketua Golkar atau Partai Golkar itu sendiri,” ungkap Hamid, dikutip pada Jumat (27/10/2023).

Hamid sendiri meyakini tidak ada kesepakatan baru di balik keputusan Partai Golkar tersebut, tetapi yang ada justru tekanan. Hamid lalu mengungkit beberapa peristiwa yang menurutnya menjadi awalan di balik perubahan sikap Airlangga tersebut.

“Kita flashback dulu, dua tahun yang lalu ada mobilisasi massa melalui Kepala Desa, deklarasi sikap kebulatan tekad presiden 3 periode. Semua partai politik besar menolak, termasuk Golkar. Tahu kenapa? Karena Ketua Golkar mau menjadi calon presiden dan wapres,” beber Hamid.

“Kedua, gagal itu amandemen konstitusi, ada lagi memperpanjang 3 tahun karena Covid-19. Lagi-lagi partai besar termasuk Partai Golkar tidak meng-endorse ide itu. Kenapa? (Karena) kami kan siap menjadi presiden atau wakil presiden,” sambungnya.

Seluruh rangkaian ini membuat Hamid meyakini ada paksaan hingga membuat Partai Golkar berubah haluan dari konsisten mengusung Airlangga menjadi Gibran.

Baca Juga: Gibran Mulai Safari Politik Akhir Pekan Nanti, Temui Relawan dan Warga di Sejumlah Daerah

“Perubahan yang terjadi pada sikap Golkar pada konteks ini pasti ada pemaksaan, tapi saya nggak tahu siapa yang paksa. Yang maksa itu kalau kita lihat pasti kekuasaan kan, karena ini partai besar, bukan partai ecek-ecek, partai nomor dua perolehan suaranya,” pungkas Hamid.

Load More