Scroll untuk membaca artikel
Rifan Aditya | Chyntia Sami Bhayangkara
Sabtu, 09 Januari 2021 | 07:56 WIB
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri. (Suara.com/Achmad Fauzi)

Mohon dengan sangat jangan lagi pakai istilah gas dan rem. Nyawa manusia jangan dijadikan trial and error alias coba-coba," kata Faisal.

Faisal menjelaskan, penggunaan istilah gas dan rem dalam pengendalian Covid-19 merupakan cerminan pemerintah miskin perencanaan.

Sebab, jika pemerintah menggunakan basis ilmu pengetahuan dan data yang akurat, maka segala langkah pengendalian bisa terukur.

"Jika berbasis ilmu pengetahuan dan data yang akurat atau kredibel, segala langkah niscaya terukur. Gas dan rem itu cerminan ugal-ugalan dan miskin perencanaan," ungkap Faisal.

Baca Juga: Parkir Sepeda Motor Setahun, Tagihan Karcisnya Capai Rp 1,6 Juta

Lebih jauh lagi, Faisal menyebut penyebaran Covid-19 bisa diprediksi dengan tingkat akurasi yang tinggi jika pemerintah memiliki data.

Oleh karenanya, pemerinah tak perlu mengeluarkan kebijakan tarik gas atau rem pengendalian Covid-19, apalagi secara mendadak.

Sebab, kebijakan memperketat pengendalian Covid-19 secara mendadak akan mengakibatkan ongkos ekonomi meningkat.

"Penyebaran Covid-19 bisa diprediksi dengan keakurasian tinggi kalau datanya kredibel. Jadi tak perlu gas dan rem, apalagi dilakukan mendadak. Akibatnya, ongkos ekonominya pun sedikit tinggi," tukasnya.

Baca Juga: COVID-19 DIY Pecah Rekor Lagi, Kawasan Wisata Tetap Tak Akan Ditutup

Load More