Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito | Aulia Hafisa
Rabu, 07 April 2021 | 07:25 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengunjungi Posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Covid-19 di Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Jumat (19/2/2021). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

BeritaHits.id - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sempat membuat larangan kepada media massa agar tidak menyiarkan upaya tindakan kekerasan yang dilakukan anggotanya di seluruh Indonesia. Kekinian Kapolri mencabut TR larangan tersebut lalu minta maaf.

Sebelumnya, pernyataan larangan tertuang di dalam surat Telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 pada tanggal 5 April 2021.

Telegram tersebut menuai polemik di antaranya adalah anggapan polri yang anti kritik.

Kontras menilai, poin telegram yang menyatakan menutup akses bagi media untuk memberitakan arogansi polisi adalah buruk.

Baca Juga: Telegram Kapolri Terbaru: Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi Dicabut

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pun menyatakan telegram tersebut berupaya mengatur independensi pers.

Dirangkum Beritahits.id, berikut fakta-fakta larangan media siarkan arogansi polisi.

1. Terbitnya Telegram Polri

Surat telegram dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun. Surat telegram tersebut berisi 11 poin dimana salah satunya adalah media dilarang menyiarkan tindakan atau arogansi anggota kepolisian.

Pernyataan tersebut tertuang di dalam surat Telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 pada tanggal 5 April 2021 yang ditandatangani langsung oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas nama Kapolri pada tanggal 5 April.

Baca Juga: Kapolri Cabut Telegram Rahasia Larang Media Beritakan Arogansi Polisi

Alasan terbitnya surat telegram ini adalah untuk memperbaiki kinerja Polri di daerah.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," jelas Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono saat dikonfirmasi, Selasa (6/4/2021).

2. Respon Publik: Makin Anti Kritik

Warganet di Twitter bereaksi usai Kapolri menerbitkan surat telegram terkait ketentuan peliputan media massa mengenai tindak pidana atau kejahatan kekerasan.

Berikut beberapa komentarnya.

""10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten." Dokumentasi oleh Polri sendiri? Ini agak nganu, lho. Apalagi rawan penyalahgunaan wewenang pas penangkapan," tulis warganet.

"Wah makin anti kritik nih," tulis warganet lainnya.

3. Kritik Kontras terhadap Telegram Polri

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menganggap keseluruhan isi telegram itu keliru apabila hanya demi memperbaiki citra serta meningkatkan kepuasan publik.

Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar, mengatakan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri cenderung menurun.

"Tingkat kepuasan publik atas Polri menurun, namun cara mengembalikannya bukan dengan menutup akses dari media," kata Rivanlee kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).

Menurutnya, justru strategi menutup akses bagi media untuk memberitakan arogansi polisi malah berbuah buruk.

4. Polisi Berupaya Atur Independensi Pers

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai, telegram Polri tersebut berupaya mengatur independensi pers, yang sesungguhnya diatur dalam UU Pers.

"Secara hukum, ini bertentangan dengan Pasal 2 jo Pasal 6 UU 40/1999 tentang pers. Makanya jika memang kepolisian taat hukum, telegram ini harus dicabut atau diperbaiki. Jangan sampai bertentangan dengan kebebasan pers itu sendiri," jelas Medan Ismail Lubis, SH, MH, Direktur LBH Medan.

5. Penjelasan Mabes Soal Telegram Kapolri

Setelah menuai polemik, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan menjelaskan, aturan dalam surat telegram kapolri ditujukan hanya untuk media internal Korps Bhayangkara.

"(Instruksi Kapolri hanya untuk) media internal. Ini ditujukan kepada pengemban fungsi Humas Polri," kata Ramadhan, Selasa (6/4/2021).

Ramadhan memastikan aturan tersebut tidak akan diterapkan untuk media mainstream.

6. Kapolri Cabut TR Larangan

Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf atas terbitnya Telegram atau TR larangan media yang menimbulkan multitafsir di masyarakat yang diartikan media dilarang meliput upaya dan tindakan arogansi Polri.

Kapolri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/2021) malam mengatakan, dicabutnya Telegram tentang larangan media tersebut sebagai wujud Polri tidak anti-kritik, bersedia mendengar dan menerima masukan dari masyarakat.

 "Dan sekali lagi mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media, sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik," kata Kapolri sebagaimana dilansir Antara.

Load More