Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha | Hernawan
Rabu, 21 April 2021 | 13:25 WIB
Noe Letto [Youtube.com]

BeritaHits.id - Penyanyi Band Letto, Sabrang Mowo Damar Panuluh atau akrab disapa Noe Letto, menceritakan perjalanannya hijrah setelah sempat ateis atau tidak percaya Tuhan.

Noe Letto mengatakan, perjalanan hijrah cukup panjang sampai dia bertemu seorang syekh dan mendapatkan jawaban menohok soal setan.

Kisah Noe Letto mencari pemaksanaan soal keberagamaan itu disampaikan saat berbincang-bincang dengan Habib Husein Jafar.

Noe Letto mengaku berpemikiran kritis dan selalu menggunakan logika ketika mempelajari Islam sehingga membuatnya sulit mempercayai adanya Tuhan.

Baca Juga: Sebut Ada Kasus Menghina Agama Dibiarkan, Ade Armando Ungkit Yahya Waloni

"Kebetulan pada agama itu, saya gak bisa lari dari modal dasar yang diberikan Tuhan. Saya inkuisitif. Saya gak akan makan kalau gak bener-benar punya train of thoughts yang jelas," ungkapnya dikutip beritahits.id dari kanal YouTube Cahaya Untuk Indonesia, Kamis (21/4/2021).

Noe Letto menceritakan kisah hijrahnya menjadi muslim [Youtube]

"Salah satu contohnya, paling ekstremnya saya pernah juga ateis dengan sadar," tambah Noe Letto.

Putra Cak Nun itu juga mengatakan, dirinya pernah mengartikan kalimat Syahadat hanya sebuah kesaksian semata, sampai akhirnya mengalami masa sulit selama di Kanada untuk mencari kebenaran Islam.

"Makanya saya kemudian meriset semuanya. Saya bukan siapa-siapa, gak tahu apa-apa. Kalau mau masuk Islam juga gak tahu, proses itu berjalan cukup panjang. Analisis waktu itu menggunakan akal semua, karna rasa tidak melalui proses sebab akibat. Kalau akal kan sebab akibat," ungkapnya.

Noe Letto kemudian mengaku sempat menjadi gelandangan dan tak punya uang untuk makan. Oleh sebab itu, dia mencari sebuah masjid untuk bernaung.

Baca Juga: Cerita Noe Letto Menjadi Ateis

"Sempat gelandangan beberapa bulan karena gak punya duit makan. Karena mikir daripada mati, mampir di masjid. Bukan ingin jadi Islam, soalnya saya ingat, di masjid mana saja saya bisa diterima. Yasudah tak ke masjid," kata Noe.

Selama di masjid, Noe Letto mengatakan sempat diberi beberapa fasilitas seperti kasur lipat dan bantal untuk tidur meski harus membantu keperluan di sana.

Noe Letto menuturkan selama menjadi awak masjid dia beberapa kali ikut kajian sampai akhirnya bertemu dengan seorang syekh yang membuatnya sadar.

Kata anak Cak Nun tersebut, syekh itu membantunya memahami Islam dan menyadarkan tentang keterbatasan manusia dalam menjangkau pemahaman agama secara logika.

Dalam kesempatan itu, Noe Letto bertanya kepada syekh soal keadilan Tuhan dengan menyinggung perkara setan.

"Saya bertanya kepada Syekh. Benar nggak Tuhan maha adil? Karena saya melihat agama adalah sebuah sistem, valid. Tidak ada pernyataan yang berlawanan," terangnya.

"Kalau setan berkembang biak, punya anak kemudian satu detik kiamat dan belum melakukan dosa apapun, dia masuk neraka atau surga?" tanya Noe Letto pada si Syekh melanjutkan.

Bukan tanpa sebab, menurut logika Noe Letto, kalau Tuhan memasukan dia (setan baru lahir) ke neraka, berati pernyataan selama ini mengenai setan masuk neraka itu salah.

Sementara jika setan itu dimasukan neraka tanpa berbuat kesalahan apapun, maka Tuhan justru malah bertindak tidak adil.

Namun, jawaban syekh tersebut membuat Noe Letto tertampar sehingga kemudian bulat memutuskan Islam.

Kata Noe Letto, syekh tersebut balik bertanya kepadanya. Dia memberi sebuah pertanyaan tentang bagaimana putra budayawan Cak Nun ini tahu cara setan berkembang biak?

"Gak tahu Syekh, saya berasumsi dia seperti manusia," jawab Noe Letto.

Syekh yang ditemuinya tersebut kemudian memberikan pandangan lain, bagaimana jika cara setan itu berkembang biak dengan cara membelah diri.

"Seandainya setan berkembang biaknya membelah diri gimana? Jadi makhluk yang baru pun melakukan dosa seperti makhluk sebelumnya. Wah ketampar saya disitu," tukasnya.

Mendapat jawaban itu, Noe Letto akhirnya tersadar bahwa dia memiliki keterbatasan dalam memahami agama.

"Berati kemampuan saya memahami agama bukan dari limitasi agama. Tetapi limitasi pemahaman dan data yang saya miliki," kata Noe Letto menandasi.

Load More