Gugatan RCTI Ditolak MK, Refly Harun: Terima Kasih MK, Kita Bisa Streaming!

Melalu kanal Youtube miliknya, Refly Harun ucapkan rasa terima kasih terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), lantaran sudah menolak gugatan RCTI.

Reza Gunadha | Dwi Atika Nurjanah
Kamis, 14 Januari 2021 | 20:44 WIB
Gugatan RCTI Ditolak MK, Refly Harun: Terima Kasih MK, Kita Bisa Streaming!
Refly Harun. (YouTube/Refly Harun)

BeritaHits.id - Pengamat politik dan hukum Refly Harun gembira lantaran Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja menolak gugatan RCTI dan iNews yang keberatan terhadap layanan streaming di media sosial.

Hal itu diungkapkan Refly Harun melalui kanal YouTube miliknya berjudul "ALHAMDULILLAH!! MK TOLAK GUGATAN RCTI!! LIVE STREAMING YOUTUBE (TETAP) BOLEH!!" pada Kamis(14/1/2021).

Dalam videonya itu, Refly Harun menuturkan tidak mungkin MK mengabulkan gugatan tersebut, lantaran saat membacakan putusan MK melakukannya dengan live streaming.

"Untung MK menolak, kalau MK mengabulkan kita enggak bisa live streaming lagi kalau logika RCTI dipakai. Padahal MK sendiri ketika membacakan putusan live streaming juga. Jadi rasanya MK tidak mungkin mengabulkan sebuah regulasi yang menghabat mereka sendiri," terangnya di awal video.

Baca Juga:Praperadilan Ditolak, Habib Rizieq Bakal Ajukan Gugatan Uji Materi ke MK

Refly Harun menjabarkan kronologi gugatan dari RCTI dan iNews melalui sebuah artikel. Kemudian, dia menjelaskan isi gugatan yang RCTI layangkan ke pengadilan.

"Bagi yang tidak terlalu paham, RCTI menginginkan agar semacam live streaming di YouTube diperlakukan sebagaimana lembaga penyiaran seperti RCTI, dimana ketika mereka melakukan penyiaran tersebut, mereka kemudian harus mendapatkan izin, izin frekuensi dan lain sebagainya sehingga tidak bisa seenaknya begitu saja," tuturnya.

Bagi Refly Harun, jika hal tersebut diterapkan, maka semua content creator di YouTube harus mendaftarkan kanalnya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

"Bisa dibayangkan ya, sebelum mendapatkan izin maka mereka tidak bisa melakukan siaran, tidak bisa lagi live streaming. Artinya, kegiatan masyarakat akan terbatasi, padahal dengan kemajuan teknologi ini kita bisa menikmati bahwa perseorangan seperti saya itu bisa memiliki televisi sendiri, cukup membuat akun YouTube, gmail, lalu bisa melakukan streaming, modalnya cuman handphone saja," ucapnya.

Ahli hukum tata negara ini juga memberitahukan pada audiensnya tujuan di balik gugatan RCTI adalah faktor bisnis.

Baca Juga:Langsung Ribut, Aksi Nekat Gadis Matikan TV saat Teman Nonton Ikatan Cinta

"Ya tidak lain ini karena soal bisnis, karena kita tahu bahwa sekarang sudah terjadi peralihan bisnis dari media yang konvensional (televisi) ke media sosial, media internet, jadi sekarang era digital tidak bisa lagi dibendung," tuturnya.

Refly Harun turut menyampaikan jika dulu memang terdapat UU Penyiaran yang bisa membendung digitalisasi agar perusahaan besar seperti RCTI tetap bisa eksis, namun sekarang menurutnya justru tidak bisa lagi karena semua orang dapat memiliki 'stasiun televisinya' masing-masing.

"Maka tidak heran ada yang menamakan dirinya channel, tv, dan lain sebagainya, untuk menunjukkan bahwa setiap orang bisa memiliki televisinya sendiri-sendiri dan kita kemudian kita bisa sharing secara live langsung seperti ini," jelasnya

Menurut Refly Harun harusnya ada perlindungan bagi pengguna media seperti Youtube dan lainnya, tak perlu UU cukup dengan komitmen pemerintah.

"Padahal kita tidak bermaksud menghina sebetulnya, hanya menyampaikan pendapat-pendapat kritis. Perlindungan seperti ini yang barangkali masih harus betul-betul ditegakkan dan ini tidak perlu dengan undang-undang, cukup dengan komitmen pemerintah untuk tidak memberangus media-media semacam Youtube seperti ini," ujarnya.

Di akhir videonya, Refly Harun mengucap rasa terima kasihnya terhadap MK yang telah menolak gugatan dari RCTI.

"Terima kasih terhadap MK yang sudah menolak permohonan atau gugatan dari the giant semacam RCTI sehingga warga negara biasa seperti saya bisa memiliki channel sendiri, saluran semacam televisi sendiri, yang at any time bisa bicara ke publik, dengan perangkat yang sebagian besar orang bisa menjangkaunya" tuturnya.

"PR yang tersisa adalah bagaimana kita menjamin kebebasan berpendapat baik secara lisan dan tulisan yang merupakan jaminan konstitusional itu tidak dilanggar oleh penguasa. Jadi kita ke depan bisa tetap terlindungi dan menyuarakan sesuatu dengan kritis dan penguasa tidak perlu ikut campur tangan terhadap kebebasan masyarakat," lanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak