BeritaHits.id - Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta agar Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan oleh Rachlando melalui akun Twitter miliknya @rachlannashidik.
Rachland menyebut jabatan Ketum Partai Demokrat yang diterima Moeldoko merupakan jabatan abal-abal dari hasil KLB ilegal.
"Jalan terbaik bagi @generalmoeldoko adalah mundur dari Ketum abal-abal dari hasil KLB ilegal," kata Rachland seperti dikutip Suara.com, Jumat (12/3/2021).
Baca Juga:Refly Harun Pertanyakan Mungkin Megawati Terlibat di Kudeta Partai Demokrat
Menurut Rachland, hanya langkah tersebut yang bisa ditempuh oleh Moeldoko agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kolega di pemerintahan tak menjadi sasaran protes publik.
"Dengan begitu, ia lepaskan presiden dan koleganya di pemerintah dari beban tak perlu dan sasaran protes publik," ungkap Rachland.
Rachland menilai, pengunduran diri Moeldoko juga diyakini sebagai jalan agar Jokowi bisa mempertahankan Moeldoko di Istana.
"Ini juga cara yang memberi presiden alasan untuk mempertahankannya di Istana," tukas Rachland.
Jokowi Didesak Pecat Moeldoko
Baca Juga:SBY jadi Founding Fathers, AHY Dituduh Ubah Sejarah Pendiri Demokrat
Presiden Joko Widodo didesak untuk mengambil sikap terkait kisruh di tubuh Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.
Masyarakat yang menamakan Aliansi Rakyat Pengawal Demokrasi menilai, pengambil alihan kekuasaan melalui KLB Partai Demokrat sebagai politik culas dalam kehidupan demokrasi Indonesia.
"Tindakan itu jelas-jelas melanggar etika demokrasi yang bisa berdampak pada kekisruhan semangat kebangsaan Indonesia," kata Ahmady Meuraxa.
Ia mengaggap apa yang terjadi bukan lagi persoalan internal Partai Demokrat, melainkan masalah sistem demokrasi Indonesia.
Apa yang dipertontonkan Moeldoko merupakan arogansi kekuasaan yang dilalukan oleh pejabat negara.
"Tindakan Moeldoko itu adalah pembelajaran sangat buruk bagi politik Indonesia. Ini tidak hanya mematikan semangat berdemokrasi, tapi juga mempertontonkan sikap zalim dan haus kekuasaan seorang pejabat negara," ujarnya.