"Wah makin anti kritik nih," tulis warganet lainnya.
3. Kritik Kontras terhadap Telegram Polri
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menganggap keseluruhan isi telegram itu keliru apabila hanya demi memperbaiki citra serta meningkatkan kepuasan publik.
Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar, mengatakan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri cenderung menurun.
Baca Juga:Telegram Kapolri Terbaru: Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi Dicabut
"Tingkat kepuasan publik atas Polri menurun, namun cara mengembalikannya bukan dengan menutup akses dari media," kata Rivanlee kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).
Menurutnya, justru strategi menutup akses bagi media untuk memberitakan arogansi polisi malah berbuah buruk.
4. Polisi Berupaya Atur Independensi Pers
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai, telegram Polri tersebut berupaya mengatur independensi pers, yang sesungguhnya diatur dalam UU Pers.
"Secara hukum, ini bertentangan dengan Pasal 2 jo Pasal 6 UU 40/1999 tentang pers. Makanya jika memang kepolisian taat hukum, telegram ini harus dicabut atau diperbaiki. Jangan sampai bertentangan dengan kebebasan pers itu sendiri," jelas Medan Ismail Lubis, SH, MH, Direktur LBH Medan.
Baca Juga:Kapolri Cabut Telegram Rahasia Larang Media Beritakan Arogansi Polisi
5. Penjelasan Mabes Soal Telegram Kapolri
Setelah menuai polemik, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan menjelaskan, aturan dalam surat telegram kapolri ditujukan hanya untuk media internal Korps Bhayangkara.
"(Instruksi Kapolri hanya untuk) media internal. Ini ditujukan kepada pengemban fungsi Humas Polri," kata Ramadhan, Selasa (6/4/2021).
Ramadhan memastikan aturan tersebut tidak akan diterapkan untuk media mainstream.
6. Kapolri Cabut TR Larangan
Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf atas terbitnya Telegram atau TR larangan media yang menimbulkan multitafsir di masyarakat yang diartikan media dilarang meliput upaya dan tindakan arogansi Polri.