Demi Kawin Lagi, Pria Sekongkol dengan Petugas KUA Terbitkan Surat Kematian Palsu Istri

Demi bisa nikah lagi, seorang pria nekat sekongkol terbitkan surat kematian palsu istri.

Reza Gunadha | Fita Nofiana
Sabtu, 27 November 2021 | 09:56 WIB
Demi Kawin Lagi, Pria Sekongkol dengan Petugas KUA Terbitkan Surat Kematian Palsu Istri
Ilustrasi menikah (unsplash.com/Jeremy Wong Weddings)

BeritaHits.id - Seorang pria mengaku istrinya telah meninggal demi menikah lagi. Hal ini dilakukan oleh pria bernama Suraji 54 tahun. 

Mengalihbahasakan dari Ohbulan, Suraji membayar ketua Kantor Urusan Agama (KUA), Abdul Munir untuk menerbitkan surat kematian istrinya, yakni Diah Suhartini. 

Abdul Munir sendiri telah mengeluarkan surat kematian palsu di bulan Agustus 2019 dengan bayaran Rp 1,5 juta. 

Penerbitan surat kematian palsu itu dimaksudkan agar Suraji bisa nikah lagi

Baca Juga:Beredar Video Penjual Cantik di Pasar Mirip Shafa Harris, Publik Salfok Soroti Hal Ini

Dalam kasus ini, Munir bukan hanya menerbitkan surat kematian. Ia juga menjadi penanggungjawab pernikahan Suraji dengan perempuan lain. 

Pernikahan dilangsungkan saat Suraji masih sah menjadi suami dari Diah Suhartini. 

Atas tindakan tersbeut, baik Suraji dan Munir sama-sama dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman maksimal delapan tahun. 

Saat menikah dengan orang yang pernah menikah sebelumnya, baik cerai maupun ditinggal pasangan. Mempelai memang perlu membawa surat keterangan cerai maupun surat kematian atau akta kematian. 

Sementara jika mau berpoligami, suami perlu mengantongi surat pernyataan tidak keberatan dari istri pertama dan calon istri. 

Baca Juga:Viral Isi Bensin Pakai Angka Ganjil dan 4 Berita Lifestyle Viral Lainnya

Ilustrasi poligami [pixabay]
Ilustrasi poligami [pixabay]

Peraturan Poligami

Dalam UU Perkawinan di Indonesia, Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang (poligami), dengan ketentuan:
 
Suami wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, dengan syarat:

1. Ada persetujuan dari istri/istri-istri,
2. Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak;
3. Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak