Menurutnya, ia saat itu telah menjadi korban sistem pendidikan dan sosial yang tidak sehat bagi penyandang tunarungu. Pasalnya, ia dan teman-temannya tidak diajari cara berkomunikasi yang baik dengan kemampuan.
"Bukan karena saya sengaja, tetapi memang karena saya merupakan 'korban' sistem pendidikan dan sosial yang tidak sehat, di mana tidak diajari tentang menghargai keanekaragaman komunikasi yang ada di komunitas kami," jelas Surya.
"Mungkin teman-teman Tuli-HoH, bahkan sekelas saya tahu bahwa dari kecil guru dan orang tua memuji saya sampai kesel sama saya," lanjutnya.
Lebih lanjut, Surya menjelaskan mengenai kondisi pendengarannya saat itu. Ia mengakui pendengaran di sebelah kanan bisa maksimal jika menggunakan alat bantu dengar (ABD) sampai usia 15 tahun, sebelum akhirnya tidak bisa mendengar lagi.
Baca Juga:Sejuta Asa Dini Defitri Sang Perajut Tali Kur Masa Depan Gemilang

"Harus kalian tahu bahwa dari kecil saya sempat menjadi HoH, di mana pendengaran kanan bisa memaksimalkan ABD, bahkan bisa telfonan sama @dewiyullofficial sampai berumur 15 tahun dan akhirnya tidak bisa mendengar lagi. Sementara pendengaran kiri tuli total dan tinnitus," ujar Surya.
Ia lantas menjelaskan dampak pernah bersikap audism dan linguicism kepada teman-temannya. Hal ini membuat temannya menjadi trauma karena kerap dibandingkan. Bahkan, pertemanan mereka sampai rusak.
Beruntung, Surya mulai sadar mengenai pentingnya memahami kondisi sesamanya sesuai kebutuhan. Ia akhirnya memutuskan mengurangi berbicara dengan bahasa Indonesia dan mengadvokasi pentingnya bahasa isyarat di berbagai sekolah Tanah Air.
"Ada teman saya trauma karena sikap orang tua membandingkan saya dan teman saya sehingga hubungan kami rusak. Setelah sadar dan tobat, akhirnya memutuskan untuk mengurangi bahasa Indonesia lisan dan mengadvokasi bahasa isyarat sejak 2014 setelah keliling SLB di Jawa dan Maluku," terang Surya.
Surya juga bersyukur dapat memiliki teman dan komunitas yang membuatnya menjauhi sikap linguicism. Pada akhirnya, ia dan komunitasnya sepakat jika bahasa isyarat secara linguistik setara dengan bahasa Indonesia.
Baca Juga:Beri Pembelaan, Hasto Minta Publik Lihat Rekam Jejak Risma Terhadap Kaum Disabilitas
"Beruntung sekali punya teman seperti @vadera17 sehingga menyadarkan saya untuk menjauhi sikap linguicism. Melalui perkenalan dengan @drewsihombing, kami malah sempat berdebat soal bahasa isyarat karena bahasa isyarat tidak mengikuti tata bahasa Indonesia," jelas Surya.