BeritaHits.id - Sungguh malang nasib bocah Sekolah Dasar (SD) ini. Pasalnya, selama bertahun-tahun dia diduga mendapat kekerasan seksual yang diperbuat oleh ayah tirinya sendiri.
Ironisnya, terduga pelaku merupakan oknum polisi. Saat ini, terduga sudah diproses oleh tim penyidik Polres Cirebon.
Namun masalahnya, ibu korban merasa perkara tersebut tidak berjalan baik, hingga akhirnya dia mengadu kepada Hotman Paris.
Ibu korban mempertanyakan apakah penyidik dan psikolog polri melakukan tugas dengan netral?. Sebab, ibu korban dilarang masuk mendampingi sang anak.
"Pas saya tanya ke anak, saya dilarang bercerita apapun," kata ibu korban dalam unggahan video pada akun Instagram hotmanparisofficial dikutip Beritahits.id pada Senin, (26/9/2022).
Ibu korban menceritakan sepenggal kejadian pilu menimpa anaknya kepada Hotman Paris. Perbuatan bejat ayah tirinya ternyata dilakukan sejak usia korban 9 tahun.
"Selain dipaksa berhubungan intim, terduga pelaku juga mencekoki korban dengan obat-obatan hingga bikin korban berhalusinasi," ungkap pengacara kondang tersebut.
Sebelum berhubungan badan, terduga pelaku menyuruh korban menonton video adegan dewasa atau video porno.
Terakhir sebelum ditangkap, terduga pelaku kembali melakukan kejahatannya sebelum korban pergi sekolah.
Hotman meminta divisi propam segera melakukan pengecekan terhadap kasus tersebut.
"Mohon kepada Propam Cirebon dan propam Jabar dan Mabes Polri turun memeriksa," tutur Hotman.
Psikolog: Trauma Berat Mengintai Korban Kekerasan Seksual Anak
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual berpotensi mengalami trauma berat, yang membuatnya tidak memiliki kepercayaan pada siapapun.
Apalagi jika kekerasan terjadi di sekolah dan lingkungan pendidikan, di mana anak seharusnya dilindungi dan mendapat pendidikan.
“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan teladan dan tonggak moralitas,” ucap Psikolog klinis Ratih Ibrahim.
Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan, korban pelecehan seksual juga tak hanya "dirusak" secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.
“Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korbannya itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih.
Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya ‘penjahat’ dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.
“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya sebagai titipan dari Allah kepada dia,” ucap lulusan psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.
Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan, jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban.
“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu si korban bisa menyembuhkan lukanya kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.
Ratih pun menyarankan kepada para orangtua untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.