BeritaHits.id - Dinamika politik Indonesia akhir-akhir ini membuat banyak tokoh dan pakar mulai mengeluarkan argumen dan gagasan. Tak terkecuali Yunarto Wijaya Direktur Eksekutif Charta Politika.
Menariknya, dalam unggahannya Yunarto menyebutkan sebuah istilah yang mungkin tidak asing bagi generasi di zaman Orde Baru, yaitu Harmoko-isme. Siapa Harmoko yang dimaksud Yunarto?
Unggahan itu, dimaksudkan Yunarto untuk menyoroti isu politik dinasti yang kini semakin ramai dibicarakan oleh masyarakat. Postingan tersebut dibagikan melalui akun milik Instagram pendiri lembaga survei Charta Politika.
Dalam postingan Instagramnya @/yunartowijaya, yang diunggah pada Senin (16/10/2023), Yunarno menuliskan:
Baca Juga:Profil Titiek Soeharto, Temui Mantan Suami di Rumah Malam-malam Sehari Sebelum Ulang Tahun, Ada Apa?
"3 Periode
Perpanjangan Periode
Kemudian Anaknya, Lewat Iparnya
Lalu kita masih bertanya siapa aktor intelektualnya???
Saya adalah salah 1 pihak yang pernah diminta untuk bantu gol-kan hal-hal tersebut dan saya menolak semuanya
Baca Juga:Putusan MK Harus Ditindaklanjuti di DPR, PDIP: Untuk Menjawab Politik Dinasti Jokowi
Karena saya bukan penganut Harmoko-isme,”
Postingan tersebut juga diberi frasa dalam bahasa latin pada kolom caption "Qui totum vuit totum perdit" yang artinya "Ia yang menginginkan segalanya akan kehilangan segalanya".
Yunarto tidak menyebutkan nama dalam postingan tersebut. Namun, ia memberikan petunjuk mengenai sosok yang dimaksud.
Yunarto juga mengaku bahwa ia mengetahui aktor intelektual dibalik skenario politik dinasti tersebut, bahkan ia pernah diajak untuk terlibat dalam skenario tersebut.
Postingan ini diunggah setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan terkait dengan batasan usia minimal capres-cawapres.
Lalu apa maksud dari kalimat "bukan penganut Harmoko-isme?
Pada masa Orde Baru (Orba) ada sebuah ungkapan Harmokoisme atau "atas petunjuk bapak". Artinya bukan saja membela, mendukung rezim Soeharto.
Tapi juga mengkultuskan kepemimpinan Presiden Soeharto dengan membuat manipulasi untuk menyanjungnya. Kemudian seketika berbalik, Soeharto dibongkar kesalahannya dan dituntut.
Sosok yang dimaksud dalam ungkapan Harmokoisme adalah Menteri Penerangan Republik Indonesia pada era Orde Baru, Harmoko.
Menjelang Pemilihan tahun 1998 silam, saat Presiden Soeharto berniat mundur, Harmoko tetap mendukungnya untuk melanjutkan pemerintahan.
Namun, setelah kembali terpilih ternyata gejolak akibat dari krisis moneter saat itu semakin menjadi, hingga terjadi kerusuhan Mei 1998.
Pada 18 Mei 1998 hal tak terduga terjadi. Harmoko secara tiba-tiba mengeluarkan keterangan pers dan meminta Presiden Soeharto mundur.
Sejak saat itu muncul ketegangan antara keluarga Cendana Soeharto dan Harmoko sehingga mereka tidak pernah bertatap muka lagi hingga tahun 2008.
Sebelum Soeharto meninggal, Harmoko sempat menjenguknya di RSPP dan itu menjadi pertemuan terakhirnya bersama mantan Presiden kedua Republik Indonesia.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama