BeritaHits.id - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menyoroti turunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020. Menurut Mardani, turunnya skor IPK ini menjadi alarm bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Mardani melalui akun Twitter miliknya @mardanialisera.
Mardani mengutip salah satu pemberitaan media online yang mewartakan turunnya skor IPK Indonesia pada 2020. Saat ini, IPK Indonesia sama dengan Gambia.
"Alarm bagi pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Mardani seperti dikutip Suara.com, Sabtu (30/1/2021).
Baca Juga:Tak Ada yang Lolos Jadi Jubir KPK, Seleksi Bakal Dibuka Kembali
Menurut Mardani, turunnya skor IPK tersebut menunjukkan pengelolaan kekuasaan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai akuntabilitas.
Mardani meminta agar penurunan skor IPK tersebut dijadikan catatan penting bagi pemerintah.
"Pengelolaan kekuasaan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai akuntabilitas. Lagi-lagi jadi catatan untuk pemerintah," ungkap Mardani.
Ia menduga skor tersebut turun sebagai imbas dari peraturan dan kebijakan yang tak sejalan dengan pemberantasan korupsi.
"Mungkin imbas dari perundang-undangan, kebijakan serta tindakan dari negara yang tak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi," tukasnya.
Baca Juga:IPK Jeblok, Novel Baswedan: Upaya Melemahkan KPK Semakin Jelas Berdampak
IPK Turun, Mahfud MD: It's Okay
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia secara global pada 2020 menurun menjadi rangking 85 dengan perolehan skor 37.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memandang hal tersebut pasti terjadi karena sejumlah faktor.
Faktor yang pertama ialah karena adanya kontroversi saat lahirnya Undang Undang KPK yang dianggap publik malah melemahkan lembaga antirasuah. Persepsi publik itu mempengaruhi persepsi internasional.
"Sebagai persepsi its okay, karena itu selalu muncul, meskipun ketika bicara soal data apa yang dilakukan, berapa uang yang diselamatkan pada tahun pertama itu, tentu kita bisa menyimpulkan dengan lebih hati-hati, tidak seperti persepsi itu tadi. Tapi tidak apa-apa, itu penting persepsi itu," kata Mahfud.
Kemudian faktor yang kedua ialah maraknya pemotongan ataupun pengurangan hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung sepanjang 2020. Ia menyadari kalau hal tersebut bakal mempengaruhi persepsi.
"Cuma saya melihat itu sebagai salah satu indikator itu akan menyebabkan persepsi. Bagi saya ini persepsi, namanya juga CPI," tuturnya.
Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan kalau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia secara global pada 2020 turun peringkat dari rangking 85 menjadi ranking 102. Hal tersebut disebabkan turunnya skor pada IPK Indonesia dari 40 menjadi 37.
"Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan rangking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan rangking 85, ini 2020 berada di skor 37 dengan rangking 102," kata Peneliti TII, Wawan Suyatmiko dalam paparannya secara virtual, Kamis (28/1/2021).
Sementara lima peringkat teratas global IPK 2020 mash diduduki oleh negara yang sama dari tahun ke tahun. Posisi pertama diduki oleh Denmark dan Newzealand dengan perolehan skor 88 poin. Untuk posisi dua diperoleh Finlandia, Singapura, Swedia dan Swiss dengan skor 85.
Sedangkan untuk peringkat tiga ditempati Norwegia dengan skor 84, Belanda di peringkat empat dengan skor 82 dan Jerman berada di peringkat lima dengan skor 80.
Penurunan juga terjadi dalam hasil IPK Indonesia pada daftar negara ASEAN di 2020. Indonesia berada di peringkat 37 di mana sebelumnya sempat menduduki peringkat 40. Posisi Indonesia berada di Singapura dengan skor 85, Brunei Darussalam dengan skor 60, Malaysia di skor 51, dan Timor Leste dengan skor 38.
Wawan memaparkan setidaknya ada tiga indikator yang mempengaruhi perolehan skor IPK yakni isu ekonomi dan investasi yang mengalami stagnasi. Kemudian ada indikator penegakkan hukum yang mengalami kenaikan namun pada perbaikan kualitas layanan dengan hubungannya terhadap korupsi stagnan.
Sedangkan untuk indikator ketiga ialah soal politik dan demokrasi yang mengalami penurunan.
"Hal ini berarti skor politik masih rentan terhadap kehadian korupsi."