Geger Pajak Pulsa Naik, Rocky Gerung: Hasil Memilih Boneka Mebel

"Rakyat jadi budak dinegeri sendiri."

Dany Garjito | Chyntia Sami Bhayangkara
Sabtu, 30 Januari 2021 | 16:17 WIB
Geger Pajak Pulsa Naik, Rocky Gerung: Hasil Memilih Boneka Mebel
Rocky Gerung. (Suara.com/Muhamad Yasir)

BeritaHits.id - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti kabar kenaikan pajak pulsa, voucer dan token listrik. Menurutnya, hal itu menunjukkan negara sudah mengalami kemiskinan.

Hal itu disampaikan oleh Rocky melalui akun Twitter miliknya @rockygerung_rg.

"Negara sudah kere. Pulsa dan token dijadikan upeti," kata Rocky Gerung seperti dikutip Suara.com, Sabtu (30/1/2021).

Menurut Rocky Gerung, adanya kabar kenaikan pajak pada listrik, voucer dan token listrik membuktikan bahwa rakyat dijadikan budak di negeri sendiri.

Baca Juga:Soal Pajak Pulsa, Voucer dan Token Listrik, Simak Ketentuan Penting Ini

"Rakyat jadi budak dinegeri sendiri," tuturnya.

Dalam cuitannya, Rocky Gerung menyindir kebijakan tersebut lahir lantaran rakyat memilih boneka mebel.

Meski demikian, Rocky tak menjelaskan secara spesifik siapa boneka mebel yang dimaksud olehnya.

"Hasil memilih boneka mebel," tukasnya.

Komentar Rocky Gerung soal pajak pulsa naik (Twitter/rockygerung_rg)
Komentar Rocky Gerung soal pajak pulsa naik (Twitter/rockygerung_rg)

Dibantah Menkeu

Baca Juga:Stafsus Menkeu Sebut Peraturan Pajak Pulsa Untungkan Publik

Pajak pulsa, voucer dan token listrik membuat publik heboh. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membantah pungutan pajak tersebut.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, voucer, dan token listrik menyusul penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06/PMK.03/2021.

"Selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer sudah berjalan. Jadi tidak ada pungutan pajak baru," tulis Sri Mulyani melalui akun Instagram @smindrawati di Jakarta, Sabtu.

Menurut Sri Mulyani, ketentuan yang tertuang dalam PMK 06/2021 tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer.

Menkeu Sri Mulyani memberikan penjelasan bahwa ketentuan itu bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer serta untuk memberikan kepastian hukum.

Adapun penyederhanaan pengenaannya yakni pungutan PPN untuk pulsa/kartu perdana, dilakukan penyederhanaan pungutan PPN sebatas sampai pada distributor tingkat II (server).

"Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi," tulis Sri Mulyani.

Untuk PPN token listrik, PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa penjualan/komisi yang diterima agen penjual.

Untuk voucer, PPN tidak dikenakan atas nilai voucer karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan uang.

Sri Mulyani melanjutkan, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.

Sementara itu, untuk pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa dan PPh pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam SPT tahunannya.

"Jadi tidak benar ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucer," kata Sri Mulyani yang ditulis menggunakan huruf kapital.

Menkeu Sri Mulyani kembali menegaskan pajak yang masyarakat bayar juga kembali untuk rakyat dan pembangunan.

"Kalau jengkel sama korupsi, mari kita basmi bersama!" kata Menkeu Sri Mulyani tegas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak