BeritaHits.id - Gadis asal Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, yang baru-baru ini viral karena diberi mahar fantastis oleh calon suaminya bikin iri jomblo wati di luar sana.
Perempuan mana yang menolak mahar berupa satu set perhiasan emas, satu Showroom dan uang panaik sebesar Rp.300 juta.
Gadis tersebut berhasil bikin perempuan lain iri dan berharap bisa mendapat sosok pria seperti Dical Arfandi asal Desa Waji, Kecamatan Tellu, Kabupaten Bone yang diketahui merupakan seorang pengusaha.
Namun kejadian ini justru bikin para pria merasa insecure atau tidak percaya diri alias minder. Pria miskin di media sosial mengaku ketar ketir memikirkan nasibnya kelak nanti kala ingin meminang pujaan hatinya.
"Apalah dayaku yang masih pengangguran. Bagaimana tidak ketar ketik laki-laki kalau begini," ujar neter.
"Kenapa orang kaya dikasih banyak sekali panaik sedangkan orang miskin sedikit dikasih panaiknya. Kasihan orang miskin misalnya orang engga mampu ," cuit publik.
"Saya bisanya kasih alat salat saja. Karena kata agama sebaik-baik perempuan adalah yang paling rendah maharnya tapi jika lelakinya mampu tidak ada larangan mau ngasih mahar sebanyak apapun kepada calon istri," ucap warganet.
"Nikah sama orang Jawa seperangkat alat salat sudah sah hehe," kata netizen.
Uang Panai, Filosofi Tradisi Meminang Gadis Bugis-Makassar atau Sekadar Gengsi?
Baca Juga:Uwu! Ditaksir Anak Tetangga, Lelaki Ini Dapat Hadiah Menggemaskan
Uang Panai'i (Uang Panai) merupakan Tradisi untuk meminang gadis suku Bugis-Makassar yang masih berlaku hingga sekarang. Buat kamu yang ada di luar Provinsi Sulawesi Selatan, barangkali asing dengan istilah ini.
Menyadur dari YourSay, uang Panai adalah uang yang wajib diserahkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahi di luar mas kawin atau mahar.
Besarnya Uang Panai ini memiliki kelas sesuai dengan strata sang wanita, mulai dari kecantikan, keturunan bangsawan, pendidikan, gelar haji, hingga pekerjaannya.
Uang Panai pun dinilai berkaitan erat dengan martabat atau harga diri keluarga. Dalam bahasa Bugis atau Makassar, hal ini dikenal dengan istilah siri’.
Sehingga seiring berjalannya waktu, makna Uang Panai ini tidak hanya sebagai filosofi tradisi leluhur, melainkan ajang adu gengsi, karena semakin besar nilai panai, maka dianggap semakin baik citra keluarga di mata masyarakat.
Terlepas dari besarnya jumlah Uang Panai, tradisi ini sebenarnya ingin menyampaikan bahwa wanita adalah sosok yang memang layak untuk dihargai dan mengisyaratkan bahwa memang seperti itulah perjuangan untuk mendapatkan wanita pujaan hati. Bukan ingin menjual anak gadis seperti kebanyakan pikiran masyarakat di luar Provinsi Sulawesi Selatan.
Hal itu membuat pria Bugis-Makassar harus bekerja keras jika ingin menikahi gadis pujaannya yang berasal dari suku yang sama. Sebab semakin hari, nominal Uang Panai semakin tinggi hingga puluhan juta, ratusan juta, bahkan milyaran.
Ada pula yang rela melepaskan gadis pujaannya karena tidak sanggup menyediakan Uang Panai yang diminta.
Tidak hanya itu, persoalan panai kerap membuat pasangan kekasih nekat memilih kawin lari atau dikenal dengan istilah silariang, karena merasa tidak direstui akibat terhalang Uang Panai yang tinggi.
Hal inilah yang selalu menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat luar dan Sulawesi Selatan itu sendiri, terkait besaran Uang Panai yang amat mahal hanya demi menuruti gengsi.
Namun terlepas dari Tradisi panai yang semakin tinggi, tentu hal ini bisa dibicarakan dengan baik antar keluarga wanita dan pria yang serius meminang.
Menyikapi sebuah tradisi kembali lagi pada diri masing-masing. Setiap tradisi tentu memiliki sisi baik dan buruknya, dan tradisi panai ini bukanlah ajang untuk menunjukkan siapa yang paling ‘mahal’ dan siapa yang ‘murah’.
Melainkan dari tradisi ini kita bisa belajar untuk mendapatkan sesuatu, harus berusaha dan bekerja keras.