Hakim Agung Tersandung Kasus Suap, 'Sebagai Negara Hukum, Kita Sudah Gagal Menjaga Hukum'

Kasus tersebut sebagai pertanda benteng keadilan di Indonesia rapuh.

Dany Garjito | Evi Nur Afiah
Minggu, 25 September 2022 | 16:42 WIB
Hakim Agung Tersandung Kasus Suap, 'Sebagai Negara Hukum, Kita Sudah Gagal Menjaga Hukum'
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) berjalan dengan mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

BeritaHits.id - Hakim agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Kasus tersebut sebagai pertanda benteng keadilan di Indonesia rapuh.

Hal tersebut dikatakan oleh Saor Siagian, seorang praktisi hukum.

Dia mengingat bahwa kasus dugaan suap menyuap tidak terjadi kali ini saja. Sebelumnya, KPK juga pernah mengungkap kasus suap yang melibatkan pegawai hingga pejabat MA.

Untuk mempengaruhi sebuah keputusan perkata, pihak-pihak yang berkepentingan memberikan sejumlah uang kepada hakim agung.

Baca Juga:Ancaman KPK Bagi Siapa Saja yang Berani Korupsi Anggaran Kesejahteraan Petani: Kami Kejar!

Masalahnya, dia tidak percaya jika kejahatan ini hanya dilakukan oleh oknum saja. Dia melihat ada 'gunung es' di dalam tubuh peradilan.

"Kita harus jujur sudah gagal. Kalau bilang hanya oknum saya tidak percaya. Ini gunung emas sama kayak polri," kata Saor Siagian dalam tayangan Kanal Youtube tvOneNews dikutip Beritahits.id pada Minggu, (25/9/2022).

Filosofi dalam bernegara hukum, kata dia, benteng keadilan terletak pada seorang hakim. Karena hakimlah yang akhirnya dapat memutus perkara.

Apalagi, lanjut Saor, dalam mencari kepastian hukum dalam proses perkara pidana ataupun perdata, pernyataan yang dikuatkan hakim atas nama Tuhan dalam putusannya.

"Tapi dengan kasus suap, nilai tuhan dipermain-mainkan hakim ini," ungkapnya.

Baca Juga:Tak Main-main! KPK Wanti-wanti Bakal Tangkap Pejabat yang Berani Makan Anggaran Kesejahteraan Petani

Sebagai Negara Hukum Sudah Gagal Menjaga Hukum

"Kasus ini kan 2 miliar kurang lebih, ini masih satu kasus. Tadi juga Bang Gayus menyebutkan ada rektor baru saja diciduk KPK," kata Saor.

"Kita sebagai negara hukum sudah gagal menjaga hukum," imbuhnya.

Kemudian Saor Siagian menyoroti kasus yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini.

"Kasus Sambo sedemikian besarnya, kemudian beberapa waktu lalu kapolres bandara dipecat karena dia memang menerima uang soal narkoba, kemudian hari ini kita bicara soal hakim agung," katanya.

Segera Lakukan Evaluasi

Di samping itu, Prof Gayus Lumbuun Hakim Agung periode 2011-2018 menambahkan, dirinya mengamini jika benteng keadilan di Indonesia sudah rapuh. Dalam memutuskan sebuah perkara, kerap terjadi tawar menawar.

"Sangat menyedihkan sekali dan perlu segera penanganan. Segera lakukan evaluasi yang baik dipertahankan yang buruk diganti. Karena kasus suap itu satu kesepakatan. Dia memberi uang untuk berbuat apa atau tidak berbuat apa," katanya.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), pada hari Rabu (21/9) malam kemarin. Dalam perkara tersebut hakim agung bernama Sudrajad Dimyati yang ditetapkan sebagai tersangka.

OTT disebut oleh Ketua KPK Firli Bahuri, merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang diterima KPK.

Awalnya pada hari Rabu (21/9) sekitar pukul 16.00 WIB, KPK mengendus perihal adanya transaksi uang tunai dari tersangka Eko Suparno yang berprofesi sebagai pengacara dari tersangka Desy Yustria. Dia adalah seorang PNS pada Kepaniteraan MA di sebuah hotel di Bekasi

Ada dugaan kalau Desy merupakan kepanjangan tangan dari hakim Agung Sudrajad.

"DY sebagai representasi SD di salah satu hotel di Bekasi," kata Firli saat konferensi pers di KPK, Jumat (23/9/2022).

Esok harinya sekitar sekitar pukul 01.00 WIB, Kamis (22/9), KPK bergerak untuk menangkap Desy yang sedang berada di kediamannya saat diamankan KPK juga turut menyita uang tunai berupa dolar Singapura senilai SGD 205.000 atau sekitar Rp 2.648.520.000.

Kemudian KPK juga turut menciduk tersangka Yosep Parera sebagai pengacara dan Eko Suparno di Semarang, Jawa Tengah. Keduanya langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa secara mendalam.

"Selain itu, Albasri, PNS di MA, juga hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp 50 juta," terang Firli.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak