BeritaHits.id - Seorang pensiunan guru di SMPN (Sekolah Menengah Pertama Negeri) 1 Surakarta, Solo, Jawa Tengah, menepis isu ijazah palsu milik Presiden Jokowi.
Ialah Soeharto, mantan guru olahraga di sekolah tersebut sekaligus saksi sepenggal perjalanan hidup Jokowi. Ia mengaku terkejut saat mendengar isu ijazah muridnya yang disebut-sebut palsu.
"Saya juga kaget nggak mungkin ijazahnya (Jokowi) palsu. Saya tidak rela karena saya saksinya," kata Soeharto dalam wawancara yang ditayangkan Kanal Youtube Kompas.com dikutip Beritahits.id pada Rabu, (19/10/2022).
"Kalau pak Jokowi ijazahnya palsu nggak mungkin jadi Walikota jadi Gubernur sampai Presiden," lanjutnya.
Baca Juga:Media Asing Soroti Senyum Presiden FIFA dan Iwan Bule, Publik: Shame on You!
Soeharto mengaku menjadi guru olahraga sejak tahun 1966 sampai dengan pensiun di tahun 2005.
Sedangkan, presiden ketujuh tersebut masuk SMPN 1 Surakarta pada tahun 1974. Ia mengajar Jokowi di kelas 7 dan 8 SMP.
Ia menceritakan bahwa Jokowi semasa remajanya merupakan sosok yang pendiam dan tidak terlalu mencolok di tongkrongannya. Namun begitu, Jokowi merupakan siswa yang pandai, termasuk di bidang olahraga.
Menurut Soeharto, salah satu olahraga kegemaran Jokowi kala itu adalah sepak bola.
"Jokowi kalau di sekolah dia paling senang sepak bola," tuturnya.
Baca Juga:Anies Baswedan Berhasil Buktikan Ijazah Jokowi Palsu, Ternyata...
Di mata pelajarannya, rupanya tidak hanya sepak bola, olahraga lompat jauh, lompat tinggi, lari, sampai dengan basket pun Jokowi ikuti.
"Walaupun nggak pandai tapi bisa mengikuti," kata Soeharto sembari tersenyum mengenang masa lalunya bersama Jokowi.
Sebagaimana diketahui, Sosok yang berani menggugat Presiden Jokowi itu adalah Bambang Tri Mulyono. Diketahui Bambang ternyata merupakan penulis buku Jokowi Undercover.
Dalam gugatan Bambang tersebut, Presiden Jokowi diduga memalsukan ijazah saat Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 silam.
Presiden Jokowi digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2022. Ini terkait dugaan ijazah palsu yang digunakannya saat proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019 hingga 2024.
Pengklasifikasian perkara perbuatan melawan hukum